Menceritakan tentang perjalan hidup seorang pemuda yang tinggal di desa, Sukabumi, Jawa Barat. Seorang pemuda yang pandai hingga ketika lulus Sekolah Menengah Atas Ia mendapatkan Beasiswa untuk melanjutkan kuliah Di Universitas yang Ia impikan , Universitas Gadjah Mada , Jogjakarta. Pemuda itu bernama Anggara.
Anggara terlahir dari keluarga sederhana dan anak satu- satunya dari pasangan suami isteri,Pak Karim dan Ibu Jaenab. Ayahnya telah meninggal ketika ia berumur 15 Tahun semenjak itu Ibunyalah yang merawat dan menjadi tulang punggung keluarga. Meski begitu , ia tumbuh menjadi anak yang jujur , dewasa, penyabar , mandiri dan berbakti pada kedua orang tuanya. Sejak sekolah SD hingga SMA ia selalu mendapatkan beasiswa bukan karena ia berasal dari keluarga yang tidak mampu namun karena kepandaiannya. Dan setelah lulus SMA ia mendaptakan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Jogjakarta kampus yang menjadi impiannya.
Saat mendapat kabar dari pihak sekolah bahwa ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan Kuliahnya di Universitas Gadjah Mada ( UGM ) Jogjakarata, Ia langsung memberitahukan kabar gembira itu kepada Ibunya. Betapa bangga Ibunya, karena ia tidak menyangka Anggara mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Universitas yang menjadi impiannya selama ini. Meski dibalik itu semua Ibunya sangat sedih karena harus berpisah dengan anak satu-satunya, Namun Ibunya tampak tegar . Saat memeberitahukan kabar tersebut Anggara tahu bahwa Ibu sebenarnya sedih, bahkan Anggara sempat berkata pada ibunya untuk tidak menerima beasiswanya ke Jogjakarta dan akan coba melanjutkan kuliahnya di sukabumi saja agar ia bisa tetap bersama Ibunya, Namun Ibunya tetap mengijinkan dan mengihklaskan Anggara pergi meski dengan rasa sedih yang terpendam.
Tiba saatnya Anggara harus pergi meninggalkan semuanya. Meninggalkan ibu yang disayanginya dan juga teman-temannya di Sukabumi. Sebuah rangsel telah melekat di pundaknya dan kardus kecil yang dibekalkan ibunya yang tak tahu isinya apa Ia jinjing ditangan kirinya. Sebelum pergi Ibunya memberikan sebuah amplop kecil dan menyisipkannya disaku kemeja anggara dan menyuruhnya membuka amplop itu setelah tiba di Jogjakarta. Anggrapun pamit pada Ibunya. Kesedihan Nampak jelas diraut wajah sang Ibu begitupun Anggara. Anggrapun berangkat.
Dari Sukabumi menuju Jakarta Anggara diantar oleh tetangganya, Pak Kosim, yang seorang pedagang sayur di Jakarta. Dengan mengendarai mobil pick-upnya, Anggara diantar oleh pak kosim sampai ke stasiun kereta Api Jakarta lalu berpamitan dan langsung naik kereta jurusan Jogjakarta . Tibalah Anggra Di Jogjakarta.
Dengan berbekal seadanya, Di Jogjakarta ia mencari kontrakan untuk tempat tinggalnya selama kuliah , dan akhirnya Ia mendapatkan kontrakan yang pemiliknya bernama Ibu Martinah. Meskipun mereka baru pertama kali bertemu namun ibu martinah menyambut Anggara dengan baik dan langsung mempersilahkan Anggara menempati kontrakannya.
Setelah beristirahat sejenak , Anggara lalu membuka amplop pemberian ibunya , didalamnya ada selembar uang kertas seratus ribu rupiah dan sepucuk surat berisikan tulisan ibunya. lalu membuka dan membacanya. Dalam hatinya Ia berkata pasti ibunya mendaptkan uang itu dengan susah payah . Anggara menarik nafas dalam-dalam dan menengok keluar jendela. Menatap langit yang begitu cerah hari itu dan berjanji dalam hati. Ia harus meraih impiannya. Suatu saat Ia akan kembali membuktikan pada ibunya bahwa Ia bisa menjadi yang terbaik bagi Ibunya. Dan, Setetes airmata rindu yang pernah ibu alirkan untuk Anggara, pasti akan terbayar saat Ia kembali nanti. Sepucuk surat itu berisikan nasehat-nasehat ibunya dan kata-kata yang mungkin tak sanggup ibunya katakan karena tak ingin terlihat sedih didepan Anggara saat Anggara hendak berangkat ke Jogjakarta . Sepucuk surat itu ia genggam erat, Anggara meneteska air mata dan berkata Ia pasti bisa melalui segalanya .
Empat tahun telah berlalu , selama 4 tahun itu Anggara pulang ke Sukabumi hanya sekali , pada saat ibunya sedang sakit , setelah sembuh Ia kembali lagi ke Jogja untuk menyelesaikan kuliahnya . karena keterbatasan yang ada apa yang dimiliki Anggara hanya cukup Untuk biaya hidup sehari-hari sedangkan untuk seringnya pulang ke Sukabumi jarak yang ditempuh tidaklah dekat dan butuh biaya untuk menempuh perjalan itu . Hanya dari sepucuk surat atau sesekali telpon cara mereka berkomunikasi. Meski kerinduan begitu mendalam dihati Anggara juga ibunya , tapi mereka tetap saling menguatkan hingga empat tahun itu telah Anggara lewati dengan suka duka di Jogjakarta dan jauh dari Ibunya.
Anggara telah menyelesaikan kuliahnya dan menjadi sarjana . Tak lama setelah lulus kuliah Ia melamar pekerjaan di Jakarta dan Kini ia telah diterima bekerja disebuah perusahaan di Jakarta dan membawa ibunya tinggal di Jakarta. Sepucuk surat itu masih tersimpan rapi . Dan hingga sampai saat ini Ia mampu berdiri karena kebesaran Tuhan yang telah menganugerahinya orang tua yang telah mendidik dan membesarkannya dengan baik hingga dewasa. Anggara selalu bersyukur dengan semua yang ia dapatkan selama ini. Ia lalu memeluk ibunya yang teramat Ia sayangi yang berada disampinnya, keduanya meneteskan airmata bahagia atas apa yang mereka terima saat ini setelah suka duka yang mereka lewati, mereka tersenyum dan mereka hidup bahagia di Jakarta.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar